1. wawancara
Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah.
- Jenis-Jenis Wawancara
a. Wawancara berita
Yaitu berita yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi atau penanganan suatu masalah.
b. Wawancara pribadi
Yaitu wawancara yang dilakukan untuk memperoleh data tentang pribadi dan pemikiran interview.
c. Wawancara eksklusif
Yaitu wawancara yang dilakukan seorang wartawan atau lebih secara khusus berkaitan dengan masalah tertentu.
d. Wawancara sambil lalu
Yaitu wawancara yang dilakukan tidak secara khusus dan berlangsung secara kebetulan.
e. Wawancara keliling
Yaitu wawancara yang dilakukan dengan menghubungi berbagai interview terpisah namun ada kaitannya dengan berita yang ditulis.
- Ciri-Ciri Wawancara
a. Dilakukan secara bertatap muka
b. Dilakukan untuk tujuan mengumpulkan data dan fakta
c. Ada orang yang diwawancarai
d. Ada narasumber
2. skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Beberapa Skala Penilaian
a) Skala Bebas
Ani, seorang pelajar di suatu SMA, pada suatu hari berlari-lari kegirangan setelah menerima kembali kertas ulangan dari bapa Guru Matematika. Diamatinya sekali lagi angka yang tertera di kertas itu tertulis angka 10, yaitu angka yang diperoleh ani dengan ulangan.
Pada waktu ulangan memang ani merasa ragu-ragu mengerjakannya. Rumus yang digunakan sedikit ingat sedikit lupa. Dan ketika seluruh rumus hamper teringat, waktu yang disediakan telah habis. Seberapa selesai soal itu dikerjakan kertas ulangan harus dikumpulkan.
Setelah tiba di luar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan-kawannya. Ternyata cara mengerjakan dan pendapatannya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak vakin mana yang betul. Oleh karena itu ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Ditunjukkannya kertas itu kepada kawan-kawannya. Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu-sipu. Apa sebab?
Rupanya ia menyadari kebodohan kebodohannya karena setelah melihat angka yang diperoleh keempat orang kawannya, terntaya kepunyaan Anil ah yang yang paling yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15,20, bahkan ada yang 25. Dan kata guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka 25 itulah yang betul.
Dari ganbaran ini Nampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang suatu pengertian bahwa angka 10 adalah tertinggi yang mungkin dicapai. Ini memang lazim. Mungkin bukan hanya Ani yang berpikiran demikian. Padahal pada waktu ulangan matematika ini, guru nmemberikan angka paling tinggi 25 kepada mereka yang dapat mengerjakan seluruh soal dengan betul. Cara pemberian angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah biasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap. Ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dari skala yang digunakn tidak selalu sama.
b) Skala 1-10
Apa sebab Ani dan kawan-kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka tertinggi untuk nilai? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru-guru di Indonesia mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa dalam rapor. Ada kalanya juga digunakan skala 1-10, sehingga memungkinkan bagi guru untuk penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hamper 1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
c) Skala 1-100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64.
d) Skala Huruf
Selaian menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf A,B,C,D, dan E (ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada umumnya 5 huruf lain). Sebenarnya sebutan “skala” diatas ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara huruf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau antara C dan D.
Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan dengan gratis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama dengan jarak antara 2 dan 3. Demikian pula jarak antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5.
Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilaian. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunkan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh angka 8 dalam sejarah tidak berarti memiliki kecakapan sebanyak dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunyai 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan simbul yang menunjukkan urutan tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 yang memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi dalam tingkatan prestasi sejarah urutan adalah C,A lalu B.
3. observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Banyaknya periode observasi yang perlu dilakukan dan panjangnya waktu pada setiap periode observasi tergantung kepada jenis data yang dikumpulkan. Apabila observasi itu akan dilakukan pada sejumlah orang, dan hasil observasi itu akan digunakan untuk mengadakan perbandingan antar orang-orang tersebut, maka hendaknya observasi terhadap masing-masing orang dilakukan dalam situasi yang relatif sama.
Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah.
- Jenis-Jenis Wawancara
a. Wawancara berita
Yaitu berita yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi atau penanganan suatu masalah.
b. Wawancara pribadi
Yaitu wawancara yang dilakukan untuk memperoleh data tentang pribadi dan pemikiran interview.
c. Wawancara eksklusif
Yaitu wawancara yang dilakukan seorang wartawan atau lebih secara khusus berkaitan dengan masalah tertentu.
d. Wawancara sambil lalu
Yaitu wawancara yang dilakukan tidak secara khusus dan berlangsung secara kebetulan.
e. Wawancara keliling
Yaitu wawancara yang dilakukan dengan menghubungi berbagai interview terpisah namun ada kaitannya dengan berita yang ditulis.
- Ciri-Ciri Wawancara
a. Dilakukan secara bertatap muka
b. Dilakukan untuk tujuan mengumpulkan data dan fakta
c. Ada orang yang diwawancarai
d. Ada narasumber
2. skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Beberapa Skala Penilaian
a) Skala Bebas
Ani, seorang pelajar di suatu SMA, pada suatu hari berlari-lari kegirangan setelah menerima kembali kertas ulangan dari bapa Guru Matematika. Diamatinya sekali lagi angka yang tertera di kertas itu tertulis angka 10, yaitu angka yang diperoleh ani dengan ulangan.
Pada waktu ulangan memang ani merasa ragu-ragu mengerjakannya. Rumus yang digunakan sedikit ingat sedikit lupa. Dan ketika seluruh rumus hamper teringat, waktu yang disediakan telah habis. Seberapa selesai soal itu dikerjakan kertas ulangan harus dikumpulkan.
Setelah tiba di luar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan-kawannya. Ternyata cara mengerjakan dan pendapatannya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak vakin mana yang betul. Oleh karena itu ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Ditunjukkannya kertas itu kepada kawan-kawannya. Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu-sipu. Apa sebab?
Rupanya ia menyadari kebodohan kebodohannya karena setelah melihat angka yang diperoleh keempat orang kawannya, terntaya kepunyaan Anil ah yang yang paling yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15,20, bahkan ada yang 25. Dan kata guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka 25 itulah yang betul.
Dari ganbaran ini Nampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang suatu pengertian bahwa angka 10 adalah tertinggi yang mungkin dicapai. Ini memang lazim. Mungkin bukan hanya Ani yang berpikiran demikian. Padahal pada waktu ulangan matematika ini, guru nmemberikan angka paling tinggi 25 kepada mereka yang dapat mengerjakan seluruh soal dengan betul. Cara pemberian angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah biasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap. Ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dari skala yang digunakn tidak selalu sama.
b) Skala 1-10
Apa sebab Ani dan kawan-kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka tertinggi untuk nilai? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru-guru di Indonesia mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa dalam rapor. Ada kalanya juga digunakan skala 1-10, sehingga memungkinkan bagi guru untuk penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hamper 1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
c) Skala 1-100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64.
d) Skala Huruf
Selaian menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf A,B,C,D, dan E (ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada umumnya 5 huruf lain). Sebenarnya sebutan “skala” diatas ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara huruf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau antara C dan D.
Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan dengan gratis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama dengan jarak antara 2 dan 3. Demikian pula jarak antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5.
Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilaian. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunkan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh angka 8 dalam sejarah tidak berarti memiliki kecakapan sebanyak dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunyai 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan simbul yang menunjukkan urutan tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 yang memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi dalam tingkatan prestasi sejarah urutan adalah C,A lalu B.
3. observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Banyaknya periode observasi yang perlu dilakukan dan panjangnya waktu pada setiap periode observasi tergantung kepada jenis data yang dikumpulkan. Apabila observasi itu akan dilakukan pada sejumlah orang, dan hasil observasi itu akan digunakan untuk mengadakan perbandingan antar orang-orang tersebut, maka hendaknya observasi terhadap masing-masing orang dilakukan dalam situasi yang relatif sama.
Sebelum observasi itu dilaksnanakan, pengobservasi
(observer) hendaknya telah menetapkan terlebih dahulu aspek-aspek
apayang akan diobservasi dari tingkah laku seseorang. Aspek-aspek
tersebut hendaknya telah dirumuskan secara operasional, sehingga tingkah
laku yang akan dicatat nanti dalam observasi hanyalah apa-apa yang
telah dirumuskan tersebut.
4. studi kasus
1. Pengertian Studi Kasus
Menurut
Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci
terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982)
membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan
memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.
SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan
penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985)
menjelasan bahwa
dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau
individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua
variabel yang penting.
Berdasarkan
batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi:
(1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan
dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai
suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan
maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara
variabel-variabelnya.
2. Jenis-jenis Studi Kasus
a. Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasi
tertentu
dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuni perkembangan
organisasinya. Studi mi sening kunang memungkinkan untuk
diselenggarakan, karena sumbernya kunang mencukupi untuk dikerjakan
secara minimal.
b.
Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul
observasi peran-senta atau pelibatan (participant observation),
sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian
organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu tempat
tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan
sekolah.
c.
Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu onang dengan
maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah
yang khas. Wawancara sejarah hiclup biasanya mengungkap konsep karier,
pengabdian hidup seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja,
sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu lainnya.
d.
Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus
kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan
tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu
organisasi tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus
observasi.
e.
Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba
menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya
terjadinya pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah
dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa
itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan
mungkin tokoh kunci lainnya.
f.
Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit
organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas
atau suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak
yang sedang belajar menggambar.
3. Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus
a. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan
(purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan
menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit
sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga
dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber yang tersedia;
b. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang
lebih
dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan
analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat
menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan
penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;
c.
Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai
mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit
yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal
khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat
diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam
tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu
pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai
dan lapangan;
d.
Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam
pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan
(reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan.
Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan
dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa
dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;
e.
Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah
dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara
jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi
penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus
kehiclupan seseorang atau kelompik.
4. Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik
a. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum
atau bahkan dengan kepentingan nasional.
b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan
oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu
diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat meskipun dihadang oleh
berbagai keterbatasan.
c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang
berbeda-beda.
d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja,
baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip
selektifitas.
e. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi
pada pembaca.
Perhatian
Orientasi
teoritik dan pemilihan pokok studi kasus dalam penelitian kualitatif
bukanlah perkara yang mudah, tetapi tanpa memperdulikan kedua hal
tersebut akan cukup menyulitkan bagi peneliti yang akan turun ke
lapangan. Dengan memahami orientasi teoritik dan jenis studi yang akan
dipilih maka setidak-tidaknya seorang peneliti telah akan mempersiapkan
diri sebelum benan-benar terjun dalam kancah penelitian. Di dalam
penyusunan desain penelitian ……………………dst
5. sosiometri
Sosiometri
adalah suatu metode untuk mengumpulkan data tentang pola dan struktur
hubungan antara individu-individu dalam kelompok. Metode ini mula-mula
dikembangkan oleh Moreno an Jenning. Metode ini didasarkan atas
postulat-postulat bahwa kelompok mempunyai struktur yang terdiri dari
hubungan-hubungan interpersonal yang kompleks. Hubungan-hubungan ini
dapat diukur secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Posisi
tiap-tiap individu dalam struktur kelompoknya dan hubungannya yang wajar
dengan individu yang lain dapat diukur dengan metode ini. ( Wayan Nur
Kencana, 1993 )
Sosiometri
adalah suatu metode pengumpulan serta analisis data mengenai pilihan,
komunikasi, dan pola interaksi antar-individu dalam kelompok. Dapat
dikatakan bahwa sosiometri adalah kajian dan pengukuran pilihan sosial.
Sosiometri disebut pula sebagai sarana untuk mengkaji “tarikan”
(attraction) dan tolakan (repulsion) anggota-anggota suatu kelompok. (
Hotman M. Siahaan, 2005).
Seseorang
diminta untuk memilih satu orang lain atau lebih berdasarkan criteria
yang tlah disediakan oleh peneliti: “Denan siapakah anda bekerja?”
“Dengan sispakah anda bermain?” Kemudian orang itu membuat pilihan-satu,
dua, tiga pilihan atau lebih-diantara anggota kelompok (biasanya) atau
anggota-anggota kelompok lain.
Pilihan sosiometri hendaknya dipahami secara agak lebih luas. Ia tidak
hanya berarti pilihan “antara orang-orang”, melainkan dapat pula
“pilihan kelompok-kelompok minoritas”. Pilihan-pilihan tersebut
tergantung pada instruksi serta pelayanan yang diberikan kepada
individu.
Metode sosiometri memegang peranan yang penting dalam pengukuran
hubungan sosial. Dengan sendirinya, setiap hubungan antara individu
dengan individu lainnya, kita batasi dalam hubungan tertentu seperti
hubungan dalam kelas atau dalam kelompok-kelompok kegiatan lainnya.
Manfaat Sosiometri
Kegunaan dari sosiometri secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperbaiki struktur hubungan sosial para siswa di dalam kelasnya.
2. Memperbaiki penyesuaian hubungan sosial siswa secara individual.
3. Mempelajari akibat-akibat praktik-praktik sekolah terhadap hubungan sosial di kalangan siswa.
4. Mempelajari mutu kepemimpinan dalam stuasi yang bermacam-macam.
5. Menemukan norma-norma pergaulan antarsiswa yang diinginkan dalam kelompok / kelas bersangkutan.
0 komentar:
Posting Komentar